Blogger news

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

NONGKRONG DI WARUNG KOPI

Rabu, 27 November 2013

NANU WARKOP MENINGGAL DUNIA

JAKARTA, Kompas-Nanu Mulyono (31), yang pernah dikenal sebagai pelawak dalam group Warkop Prambors, meninngal dunia kemarin pukul 13.00 di RSCM jakarta karena sakit ginjal. Menurut keterangan yang diperoleh kompas, almarhum dibwa dirumah sakit sekitar pukul 09.00 selasa kemarin.

Pemunculannya yang terakhir sebagai pelawak ialah ketika ia tampil di layar televisi di malam tahun baru lalu. Kariernya sebagai pelawak dimulai tahun 1973 ketika dia bersama Kasino dan Rudy badil mengasuh acara Warung Kopi di radio Prambors."Kami muncul seminggu sekali di malam-malam seram,"kenang Rudy Badil pada acara yang muncul setiap malam jumat itu.

Di tahun berikutnya, Warkop Prambors dengan informasi Nanu Mulyono, Kasino, Dono, dan Indromembawa lawakanya ke pentas, bahkan film. Lawakan mereka sering dianggap "seram",apalagi bagi yang enggan banyolan yang menyerempet kritik sosial serta hal-hal cabul. Pernah seorang pejabat buru-buru pulang ketika menyaksikan grup lawak ini menyinggung-nyinggung korupsi dan kebocoran biaya pembangunan.

Nanu dalam lawakanya sering dikira orang Batak. Padahal, anak keenam dari tujuh bersaudara ini ayahnya almarhum orang Jawa, sedangkan ibunya Sunda. Namun, semasa sekolah pun gurunya pernah terkecoh, mengira Batak beneran."Ah, kamu. Tak kukira Jawa kowek!" ujar gurunya.

Warkop Prambors makin terkenal sejak mereka berempat membintangi film Mana Tahaaan...... Sesudahnya, Nanu yang oleh rekan-rekan dekatnya sering dipanggil Tullo nyaris saja renggang dengan grupnya ketika ia bermain dalam film Rojali dan Juleha.
 
Karena sakitnya bulan Agustus 1980, nanu benar-benar tak pernah muncul lagi dengan ketiga rekanya, yang terus meniti sukses. Film Gengsi Dong! oleh Prambors memperoleh Piala antemas-sebuah penghargaan untuk film yang laku keras.

Nanu sendiri pernah mencak-mencak ketika seorang wartawan sebuah majalah ibu kota memberitakanya "sakit misterius" yang disebabkan oleh rekan-rekan sendiri. "Masa, diberitakan penyakit saya misterius dan penyebabnya rekan-rekan saya sendiri," ujarnya waktu itu. Yang jelas,Nanu memang diketahui mengidap penyakit pada saringan ginjal, nephrotic syndrome.

Selain menyenangi musik jazz dan fotografi, Nanu semasa aktif kuliah di FIS UI juga dikenal sebagai olahragawan.Dia di kenal sebagai pemain bola kaki, basket, dan juga tennis.

Namun karena penyakitnya ,dia akhirnya lebih sering di rumah, atau kalau keluar paling banter pergi ke laboratorium dan ke dokter. Berat badannya terus turun, bahkan pernah sesekali membanyol,"Ikan piranha dikasih makan badan gua juga enggak doyan."

Nanu lahir di Jakarta, 17 November 1952. menurut rencana ,almarhum akan dikebumikan hari Rabu ini di pemakaman Tanah Kusir, berangkat dari rumahnya di Jalan.Setiabudi Barat pukul 10.00. (DN/SNM)

 

Selasa, 05 November 2013

TAHUKAH ANDA? DONO DAN KASINO PERNAH SALING MENDIAMKAN SELAMA 3 TAHUN

Tentang ini, Mas Dono almarhum pernah mengeluh padaku. "Ndro, aku ini hidup sangat kesepian," sambatnya. "Kayaknya hidupku cuma cengengesan saja di depan panggung. Enggak ada insan film yang betul-betul menghargai karya kita."
 
Lama kemudian aku baru menyadari maksud ucapan Mas Dono. Meski-pun film-film kami ditonton masyarakat, tak sekali pun film kami mendapat penghargaan dari pakar perfilman Indonesia. Ironis, kan? Namun, kami kembali pada sikap sareh. Buktinya, Mas Dono sering berkata, "Saya ini pasti enggak bisa jadi Mas Dono seperti sekarang kalau enggak ada Indro dan Mas Kasino." Kami memang saling mendukung.

Sikap ini juga kami tekankan pada anak-anak kami. "Om Kasino dan Om Dono itu ikut memberi makan kalian semua, lho," kataku pada anak-anakku. "Makanya, kalian harus hormat dan sayang pada mereka." Ya, hubungan kami memang sudah seperti keluarga sendiri. Sangat akrab dan tak ada basa-basi. Bahkan, seringkali kami sudah saling tahu apa yang hendak dikatakan sebelum yang bersangkutan ngomong.

Namun, tiada gading yang tak retak. Seakrab-akrabnya hubungan dengan orang lain, pasti pernah ada konflik yang melanda. Begitu juga dengan kami. Tahu enggak, Mas Kasino dan Mas Dono pernah tidak saling bicara tiga tahun lamanya?
Keduanya pernah saling tidak bertutur sapa selama hampir tiga tahun. Indro enggan merinci siapa yang pertamakalinya ngambek namun masalah itu dipicu oleh ucapan Kasino yang kebablasan terhadap Dono karena mengetik terlalu keras sehingga secara spontan Kasino ngomong kalau mengetik jangan pakai gigi.

"Karena memang Dono mempunyai kebiasaan menulis, almarhum Kasino sampai hapal betul suara ketikan Dono karena sangat keras. Mungkin karena spontan langsung nyeletuk, kalau ngetik pake tangan gak pakai gigi," ungkap Indro.

Akar pertikaiannya sebenarnya sederhana saja. Sebagai seniman sejati, Mas Dono ingin bisa
berekspresi lewat berbagai pentas seni. Salah satunya adalah menyutradarai teledrama Balada Paijo. Namun, Mas Kasino menganggap langkah Mas Dono ini menyalahi strategi pemasaran Warkop.

Menurut Mas Kasino, yang memang paling jeli otak jualannya, apa yang dilakukan Mas Dono sama saja dengan mengumbar Warkop. Mas Dono sendiri tidak bisa menerima pendapat Mas Kasino. Dua-duanya sama-sama keras mempertahankan pendapat. Akhirnya, persoalan ini diselesaikan dengan cara khas Jawa yaitu jothakan alias saling mendiamkan.

Yang jadi pokok permasalahan di perselisihan ini adalah sifat. Menurut Indro, Kasino itu sifatnya bos banget. Dia tuh semuanya tertata. Strategi pemasarannya, seperti apa kita harus bersikap, penentuan harga. Makanya sampai sekarang Warkop itu nggak punya musuh.
 
Sedangkan Dono menurut Indro adalah seorang seniman sejati. Dia dosen, orang yang suka berbagi. Nggak ada hitung-hitungannya. Dia kalau lagi meledak-meledak, ya meledak-meledak.
Inti perselisihan tersebut adalah, Dono itu seniman dan Kasino pengusaha. Kalo orang bilang, kedua jenis ini susah untuk dipertemukan. Kalau pengusaha menguasai seniman, merasa mereka dikuasai kapitalis. Sementara pengusaha nggak bisa dikuasai seniman.

Tapi begitu Kasino sadar betul dia di Warkop menjadi seperti ini, tidak ada apa-apanya tanpa Dono dan Indro. Dono juga dengan segala kesadaran tidak ada apa-apanya tanpa Kasino dan Indro. Akhirnya mereka berbaikan dan mengatasi segala perbedaan mereka.
 
Pada waktu Kasino ada masalah dengan Dono selama tiga tahun, Jangan dipikir mereka jadi benci. Indro menuturkan bahwa pada saat itu, apabila ada yang menjelek-jelekkan Dono didepan Kasino, kasino akan marah. Begitu juga sebaliknya. Dan, kalau Mas Kasino mendengar Mas Dono sedang sakit, ia pasti bilang padaku, "Ndro, tolong tengokin Mas Dono, ya! Kasih tahu aku, bagaimana kabar dia." Begitu juga sebaliknya. Sungguh suatu team yang solid dan bisa kita katakan bersama bahwa Warkop DKI adalah sebuah team yang profesional.

Untungnya, sikap saling mendiamkan ini tidak tampak dalam pekerjaan sehari-hari. Saat syuting atau tampil di atas panggung, mereka berdua tetap berkomunikasi dan menghasilkan lawakan segar. Itu sebabnya, tak banyak orang tahu tentang perselisihan ini. Bahkan menurut Indro, istri Dono dan Kasino pun tidak tahu bahwa mereka sedang berantem.

Lama-lama aku tak tahan dengan gerakan tutup mulut ini. Bayangkan, tiga tahun lamanya aku berada di antara orang yang saling mendiamkan. Lama sekali, kan? Akhirnya aku capek. Aku nekat muncul sendirian. Hampir setiap kali bank di Jakarta punya acara, aku jadi MC-nya.
Sengaja, aku cuek pada Mas Dono, Mas Kasino dan perkembangan Warkop. Untung, akhirnya mereka sadar bahwa yang kulakukan itu adalah bentuk protes terhadap mereka.

Kami bertiga lalu sepakat untuk membicarakan masalah ini di Sroto Sokaraja, Pasar Seni, Ancol, tempat nongkrong favorit kami bertiga.

Di tempat itu, kami kembali mengingat betapa kami ini bukan apa-apa tanpa Warkop. Seorang Indro pun belum tentu bisa jadi begini tanpa Mas Dono dan Mas Kasino. Begitu juga Mas Dono dan Mas Kasino. Didera rasa haru, rindu dan sesal, kami bertiga pun bertangis-tangisan. Sudah dapat dipastikan bahwa esok harinya, kami berangkat kerja dengan semangat baru!

Oh ya, selama kami bermain di Warkop, banyak orang berpotensi yang kami ajak naik pentas. Sebut saja Bagito Grup, Taufik Salvalas, Ulfa Dwiyanti dan masih banyak lagi. Biasanya mereka berawal dari bantu-bantu semua kebutuhan panggung kami. Kalau kami lihat mereka punya potensi, kami ajak mereka jadi bintang tamu supaya publik mengenali mereka. Langkah selanjutnya, biar mereka kembangkan sendiri.

Kami tidak takut mereka jadi saingan pasar kami. Lucu dong, kalau dulu kami memperjuangkan wacana demokrasi tapi sekarang kami takut disaingi! Tidak! Biar saja masyarakat yang memilih tontonan mana yang lebih mereka sukai. Aku yakin, emas 24 karat tetap emas 24 karat, meskipun banyak emas lainnya. Aku juga yakin, Tuhan tidak akan salah memberikan rezeki.

Tapi, cobaan datang menimpa Warkop DKI. Tahun 1994 kami sempat mengalami dilema. Saat itu, produksi perfilman Indonesia pelan-pelan mulai menurun yang menurut kami, penyebabnya adalah merajanya film-film asing. Sebab, ada monopoli bioskop yang nyaris terjadi di seluruh Indonesia.

Meskipun tidak menyentuh produksi Warkop, redupnya perfilman Indonesia membuat kami terusik. Seorang rekan pernah berkata, "Ini justru peluang Warkop untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya, lho. Mumpung enggak ada film Indonesia lain yang diproduksi!"

Namun, kami justru memilih bersolider pada kawan-kawan sesama insan film yang terinjak-injak oleh film asing yang bebas masuk ke Indonesia. Suara hati kami, sebagai orang-orang akademis, tidak mengizinkan kami bersenang-senang di atas musibah orang lain.

Sebagai tanda solider dan protes, kami memutuskan untuk tidak lagi bermain di layar lebar. Saat itu, kami masih bersama rumah produksi PT. Soraya Intercine, menggarap film ke-34. Judulnya aku sudah lupa. Maklum, banyak film yang sudah kami mainkan, jadi aku hanya ingat sampai judul film keenam atau ketujuh saja. Itulah saat terakhir kami syuting film layar lebar.




NANU WARKOP

Nanu Mulyono (lahir di Jakarta, 17 November 1952 – meninggal di Jakarta, 22 Maret 1983 pada umur 30 tahun) adalah aktor dan pelawak Indonesia.

Karir

Nanu Mulyono memulai karir bersama grup Warkop pada tahun 1973 di radio Prambors. Kemudian dilanjutkan dengan bermain film bersama Warkop pada tahun 1979 berjudul Mana Tahaaan.... Ia sempat bermain dalam film Kisah Cinta Rojali dan Zuleha pada tahun yang sama.

Meninggal

Ia meninggal dunia pada 22 Maret 1983, karena sakit pada saringan ginjal, nephrotic syndrome. Nanu dimakamkan di taman pemakaman umum Tanah Kusir.

Filmografi

  • Mana Tahaaan... (1979)
  • Kisah Cinta Rojali dan Zuleha (1979)

 
 

INDRO WARKOP

Drs. H. Indrodjojo Kusumonegoro (lahir di Purbalingga, Jawa Tengah, 8 Mei 1958; umur 55 tahun) yang akrab disapa dengan sebutan Indro, adalah seorang aktor dan anggota grup lawak Warkop yang terkenal di era 1980 sampai 1990-an. Pendidikan terakhirnya adalah sarjana ekonomi di Universitas Pancasila, Jakarta. Hobinya adalah berkendara dan melakukan tur dengan motor Harley Davidson. Ia beragama Islam dan bertinggi badan kira-kira 175 cm.

Karier

  • Penyiar Radio Prambors (1977-1980).
  • Pimpinan PASKI (Persatuan Seniman Komedi Indonesia).
  • Salah Satu Anggota Warkop DKI.

Filmografi

  • Semua film Warkop
  • Semesta Mendukung (2011)
  • Sule, Ay Need You (2012)

Acara televisi

  • Stand Up Comedy Indonesia (sebagai Juri, Kompas TV, 2011-sekarang)
  • Raja Sulap
  • Warkop Millenium
  • NETO (Naik Enak Turun Ogah)
  • Awas Ada Sule 2

 
 
 

DONO WARKOP

Drs. H. Wahyu Sardono atau lebih dikenal dengan sebutan Dono Warkop (lahir di Solo, Jawa Tengah, 30 September 1951 – meninggal di Jakarta, 30 Desember 2001 pada umur 50 tahun), adalah aktor dan pelawak Indonesia yang bertinggi badan 167 cm. Ia membintangi beberapa judul film komedi pada era 1970, 1980, dan 1990-an. Ia meninggal akibat kanker paru-paru.

Biografi

Ketika kuliah di Universitas Indonesia, Jakarta, Dono bekerja di bagian redaksi surat kabar, antara lain di Tribun dan Salemba, terutama sebagai karikaturis. Kedua media cetak itu berhenti terbit pada tahun 1974. Kemudian Dono bergababung dengan kelompok lawak Warung Kopi Prambors yang didirikan setahun sebelumnya. Dono bersama Kasino, Indro, dan Nanu mengisi acara Warung Kopi Prambors yang bergaya obrolan warung kopi di radio swasta Prambors.
Ketika masih menjadi mahasiswa, Dono merupakan anggota Kelompok Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Indonesia (Mapala UI) bersama Kasino dan Nanu. Oleh karena itu, film-film Warkop DKI memperlihatkan aktivitas mereka sebagai pecinta alam.

Film Warkop

Kebanyakan film Warkop tidak dapat diedarkan secara internasional karena masalah pelanggaran hak cipta, yaitu digunakannya musik karya komponis Henry Mancini tanpa izin atau tanpa mencantumkan namanya dalam film.
Pembuatan dan peredaran film setahun dua kali diperuntukkan masa edar bioskop-bioskop utama di Indonesia dengan masa tayang awal bertepatan dengan libur Hari Raya Idul Fitri dan malam pergantian tahun.

Pendidikan

  • SD-SMP Negeri 1 Kebon Dalem
  • SMA Negeri 3 Surakarta, cabang IPS (Ketua OSIS)
  • Fakultas Ilmu Sosial & Politik, Jurusan Sosiologi, Universitas Indonesia.

Karier

  • Penyiar Radio Prambors (1974-1980).
  • Asisten Dosen Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Indonesia.
  • Dosen Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial & Politik Universitas Indonesia.
 

get this widget here