Blogger news

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

NONGKRONG DI WARUNG KOPI

Rabu, 16 April 2014

KISAH (oleh:Indro) WARKOP DI ERA MILLENIUM

KAKI LUMPUH AKIBAT MELOMPAT DARI LANTAI

Berhenti main film layar lebar, Warkop DKI beralih ke sinetron komedi. Meskipun Kasino dan Dono akhirnya meninggalkannya untuk selamanya karena sakit, Indro tetap bertekad meneruskan Warkop. Sebagai bentuk penghargaannya pada Warkop, Indro mengubah namanya jadi Indro Warkop.

Meski sempat bingung karena tak ada syuting lagi, ternyata Tuhan berkehendak lain. Tahun berikutnya, Indosiar mengontrak kami untuk sinetron komedi Warkop DKI. Tuh, kan, betul kataku. Rezeki enggak bakal ke mana-mana!

Masuk dunia layar kaca, mewajibkan kami beradaptasi lagi dengan dunia baru. Meski saat itu sudah 17 tahun kami malang melintang di dunia perfilman, secara teknik, kamera layar kaca seakan berbicara dalam bahasa yang berbeda dengan kamera layar perak.

Mas Dono, sang intelektualnya Warkop, tentu paling antusias menghadapi sesuatu yang baru. Pelan-pelan Mas Dono mempelajari hal-hal baru di dunia sinetron. Dengan ilmu yang diperolehnya, ia mulai unjuk gigi menjadi sutradara dan produser. Lucunya, walaupun sudah jadi sutradara, Mas Dono tetap mau retake alias mengulang pengambilan gambar kalau menurut teman-teman syutingnya kurang bagus. Hebat, ya?

Dengan adanya Warkop DKI versi sinetron komedi, kami bertiga kerap muncul di acara-acara lain di Indosiar, misalnya Gebyar BCA. Setelah beberapa bulan tidak muncul, senang juga rasanya bertemu lagi dengan para penggemar. Apalagi, teve adalah media yang mencakup masyarakat luas. Jadi, misinya tidak terlalu berbeda dari misi kami saat terjun ke layar lebar, yaitu untuk menghibur masyarakat.

DAPAT FIRASAT SEBELUMNYA 

Sayang, kegembiraan tidak berlangsung lama. Sekitar tahun 1996, Mas Kasino mengabarkan kami bahwa ia terkena tumor otak. Aku merinding mendengar penyakit yang dideritanya. Namun tak ada lain yang dapat kami lakukan kecuali terus membesarkan hati Mas Kasino. Kami semangati ia agar terus berobat dan tidak putus asa.

Pengobatan kanker lewat kemoterapi memang tidak ringan. Beberapa kali Mas Kasino terpaksa absen dari layar sinetron yang kami garap. Setelah efek samping pengobatan tidak terlalu parah, Mas Kasino kembali syuting. Tentu, syuting kali ini sangat memperhitungkan kesehatan Mas Kasino.

Setelah berjuang kurang lebih setahun, akhirnya Mas Kasino kalah melawan penyakit yang dideritanya. Beberapa saat sebelum meninggal, aku sempat mendapat firasat. Waktu itu kami hendak mengadakan acara pengajian dan aku berdiskusi dengannya mengenai acara tersebut. Tapi Mas Kasino malah menjawab, "Iya, deh, kalau urusan doa, gue serahin sama yang masih hidup saja."

Duh, Mas Kasino! Siapa sangka....

Sepeninggal Mas Kasino, terus terang, aku dan Mas Dono sempat kebingungan. Kalau
tidak ada Mas Kasino, siapa yang bakal melakukan tugas melobi dan marketing yang selama ini digarap Mas Kasino? Bagaimana dengan nama grup kami, Warkop DKI? DKI, kan, singkatan nama kami bertiga, bagaimana grup kami tanpa Mas Kasino?

Seribu "bagaimana" menggema di kepala kami. Akhirnya kami mengubah nama menjadi Warkop Millenium. Tujuannya bukan untuk "mengenyahkan" Mas Kasino, tapi sebagai bentuk penyegaran. Sebab, tanpa Mas Kasino, kami akan menjadi pribadi yang sama sekali berbeda.

Meskipun Mas Kasino sudah tidak ada, aku dan Mas Dono tidak mau kalau tayangan Warkop Millenium sampai merosot mutunya. Makanya kami bekerja keras. Kalau dulu, aku lebih berperan sebagai pengumpan, sekarang aku dan Mas Dono sama-sama harus bisa tampil lucu seperti dulu.

SEMPAT LUMPUH MENDADAK




Saking inginnya kerja keras, pernah dalam sebuah syuting aku harus melompat dari balkon lantai dua setinggi empat meter. Sebagai alas jatuh, kru film telah menumpuk kardus-kardus, sebab tak ada matras yang bisa menahan beban yang jatuh dari ketinggian segitu.

Sayangnya, saat itu tidak ada stuntman yang bisa menggantikan peranku. Wah, bagaimana ini? Melihat kebimbanganku, sutradara pun tidak mengharuskanku melakukan adegan tersebut hari itu juga.

Tapi aku ingin melakukan yang terbaik. Setelah mereka-reka sebentar, aku merasa yakin bahwa aku pasti bisa melakukannya. Lagipula, aku, kan, sudah terbiasa melakukan kegiatan fisik semacam itu waktu aku aktif di Pramuka dulu. Maka jadilah aku melakukan adegan tersebut. Lompatan pun berlangsung dengan sukses.

Namun enam bulan kemudian, suatu pagi, aku tidak bisa menggerakkan kedua kakiku. Aku lumpuh! Berkelebat di hadapan mataku, wajah istri dan ketiga anakku. Bagaimana jika aku sampai tidak bisa bekerja? Dokter pun datang memeriksa keadaanku.

Katanya, tulang punggungku cidera. Kelumpuhan kaki adalah efek sampingnya.
Dia lantas bertanya, "Pak Indro pernah jatuh, ya?" Sedikit pun tak terlintas bahwa terjunku dari lantai dua waktu itu adalah penyebab dari kelumpuhan kakiku. Untung dokter mengatakan bahwa dengan minum obat dan berlatih, aku akan mampu berjalan lagi. Semua nasihat dokter itu kuikuti dengan patuh.

Tahu enggak, hingga akhir hayatnya, Mas Dono tidak pernah tahu tentang kelumpuhan mendadak yang menimpaku itu. Begitu juga, tak banyak media massa yang mengetahui kabar tersebut. Mengapa? Karena peristiwa itu terjadi saat para mahasiswa tengah berdemo menggulingkan penguasa Orde Baru. 

ada lanjutannya di pos berbeda

get this widget here