This is default featured slide 1 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 2 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 3 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 4 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 5 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
Rabu, 16 April 2014
KISAH (oleh:Indro) WARKOP DI ERA MILLENIUM
06.17
No comments
KAKI LUMPUH AKIBAT MELOMPAT DARI LANTAI
ada lanjutannya di pos berbeda
Jumat, 07 Februari 2014
KASINO PALING JENIUS
04.57
No comments
Cerita Tentang Kasino
Kasino
adalah pelawak paling jenius yang pernah dilahirkan di Indonesia,
mungkin kehebatan daya lawaknya hanya tertandingi oleh Dono yang uniknya
juga satu grup sama dia. Bahkan jika dibandingkan dengan Bing Slamet
yang cenderung elitis daya lawak Kasino masih terlihat unggul. Kelebihan
utama Kasino adalah ia mampu melihat kekayaan multikultural di
Indonesia dengan amat cerdas. Ia sanggup membuat kelucuan-kelucuan yang
merupakan ironi dalam susunan sosial masyarakat Orde Baru. Inilah daya
lebih yang sampai sekarang pelawak kita tidak bisa menemukannya.
Lawakan-lawakan warkop apabila diseriusi merupakan sebuah pembelajaran
panjang tentang kebudayaan yang berkembang di Indonesia, walaupun yang
ditampilkan sifatnya parodik namun bila direnungkan akan membawa kita
pemahaman yang dalam tentang sebuah Ke Indonesiaan yang tidak terjebak
pada stereotype.
Pria
kelahiran Gombong 1950, adalah manusia Indonesia sesungguhnya, ia
mengenal banyak budaya dan kebudayaan yang berbeda di luar dirinya tidak
lantas menjadikan alat kebencian tapi justru alat pencerdasan inilah
hakikatnya pendidikan multikultural. Dulu kita mengenal Warkop Prambors
dengan kemampuan membagi-bagi wilayah kultural menjadi kelucuan parodik
seperti : Dalam acara lawakan radio sebelum masuk era film dimana
anggotanya masih lengkap yaitu : Rudi Badil, Dono, Kasino, Nanu dan
Indro. Rudi Badil dalam obrolan sering berperan sebagai Mr. James dan
Bang Cholil. Indro yang berasal dari Purbalingga berperan sebagai
Mastowi (Tegal), Paijo (Purbalingga). Kasino yang asli Gombong perannya
bermacam-macam: Mas Bei (Jawa), Acing/Acong (Tionghoa), Sanwani (Betawi)
dan Buyung (Minang). Nanu yang asli Madiun sering berperan sebagai
Poltak (Batak) sedangkan Dono sendiri hanya berperan sebagai Slamet
(Jawa).
Akting Kasino dengan penokohan Sanwani di film Gengsi Dong juga luar biasa menggambarkan kondisi pemuda Betawi yang tidak menjadi gagap dan berusaha menjadi bagian Anak Jakarta Urban yang modern, usaha ini dipecahkan ditengah duitnya yang cekak dengan ngakalin Slamet (Dono) yang lugu tapi lucu. Begitu juga dengan Indro yang selalu kebagian peran sebagai anak orang gedongan tapi gagap sosial alias 'belum siap jadi orang kaya'. Parodik Indro yang berperan sebagai 'Joy' ini adalah gambaran manusia Indonesia pada waktu awal Orde Baru dimana baru boom minyak, hedonis dan seluruh alam pikirnya berbau barat konsumtif yang kemudian dianggap menaikkan status sosial dengan orang disekitarnya. Sanwani yang sebenarnya bisa menjiwai sebagai orang kaya sebagaimana Joy, berusaha ngakalin keadaan yang pas-pasan karena dengan duitnya yang cekak mana bisa ia melampaui Joy dan menggaet cewek bintang kampus.
Kasino adalah juga orang yang pertama kali mengenalkan ke publik sisi lucu dialek Bali dengan menyebut kata 'Patung' khas aksen Bali. Dari seluruh pelawak Warkop, Kasino-lah yang mampu beradaptasi secara multidialek. Seandainya lawakan-lawakan kita adalah lawakan jenis Warkop, lawakan yang tidak menyakiti lawan main, lawakan yang mampu secara jenius menyodorkan problem sosial dengan cara yang cerdas, mungkin masyarakat kita tidak akan sebengis sekarang, tidak gampang membunuh hanya karena sesuatu yang berbeda dengan dirinya.
Dari kecerdasan Kasino kita banyak belajar soal multikultural.............
Akting Kasino dengan penokohan Sanwani di film Gengsi Dong juga luar biasa menggambarkan kondisi pemuda Betawi yang tidak menjadi gagap dan berusaha menjadi bagian Anak Jakarta Urban yang modern, usaha ini dipecahkan ditengah duitnya yang cekak dengan ngakalin Slamet (Dono) yang lugu tapi lucu. Begitu juga dengan Indro yang selalu kebagian peran sebagai anak orang gedongan tapi gagap sosial alias 'belum siap jadi orang kaya'. Parodik Indro yang berperan sebagai 'Joy' ini adalah gambaran manusia Indonesia pada waktu awal Orde Baru dimana baru boom minyak, hedonis dan seluruh alam pikirnya berbau barat konsumtif yang kemudian dianggap menaikkan status sosial dengan orang disekitarnya. Sanwani yang sebenarnya bisa menjiwai sebagai orang kaya sebagaimana Joy, berusaha ngakalin keadaan yang pas-pasan karena dengan duitnya yang cekak mana bisa ia melampaui Joy dan menggaet cewek bintang kampus.
Kasino adalah juga orang yang pertama kali mengenalkan ke publik sisi lucu dialek Bali dengan menyebut kata 'Patung' khas aksen Bali. Dari seluruh pelawak Warkop, Kasino-lah yang mampu beradaptasi secara multidialek. Seandainya lawakan-lawakan kita adalah lawakan jenis Warkop, lawakan yang tidak menyakiti lawan main, lawakan yang mampu secara jenius menyodorkan problem sosial dengan cara yang cerdas, mungkin masyarakat kita tidak akan sebengis sekarang, tidak gampang membunuh hanya karena sesuatu yang berbeda dengan dirinya.
Dari kecerdasan Kasino kita banyak belajar soal multikultural.............
oleh : Anton
TERINGAT DONO DAN KASINO, INDRO NYARIS MENANGIS
04.40
No comments
Liputan6.com, Jakarta : Ada moment sedih ketika
Indro Warkop menikahkan putrinya, Paramitha Hada Dwininta, Jumat
(28/6/2013) sore di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur. Ia teringat
dengan dua sahabat, Dono dan Kasino, yang lebih dulu berpulang. Airmata
pun nyaris menetes di pipi Indro.
Sudah seawajarnya, Indro kepingin semua keluarga,
kerabat hingga para sahabat hadir di pernikahan si buah hati. "Jujur
tadi saya ingat teman-teman, saya terharu banget. Hampir nangis," ungkap
Indro.
Persahabatan Dono, Kasino dan Indro memang bukan hanya di
atas pentas hiburan semata. Di balik panggung, ketiganya saling
mendukung hingga ajal memaksa mereka untuk berpisah.
Namun,
kalaupun Dono dan Kasino masih hidup, pria berkepala plontos ini yakin
dua sahabatnya itu turut tersenyum bahagia. "Andai saja Mas Dono dan
Kasino masih ada, pasti mereka ada di sini," imbuh Indro.
Rabu, 29 Januari 2014
lanjutan KISAH (oleh:Indro) WARKOP DI ERA MILLENIUM
05.41
1 comment
Kamis, 13 September 2012
KAKI LUMPUH AKIBAT
MELOMPAT DARI LANTAI
Berhenti main film layar lebar, Warkop DKI beralih ke sinetron komedi.
Meskipun Kasino dan Dono akhirnya meninggalkannya untuk selamanya karena
sakit, Indro tetap bertekad meneruskan Warkop. Sebagai bentuk penghargaannya
pada Warkop, Indro mengubah namanya jadi Indro Warkop.
Meski sempat bingung karena tak ada syuting lagi, ternyata Tuhan berkehendak
lain. Tahun berikutnya, Indosiar mengontrak kami untuk sinetron komedi
Warkop DKI. Tuh, kan, betul kataku. Rezeki enggak bakal ke mana-mana!
Masuk dunia layar kaca, mewajibkan kami beradaptasi lagi dengan dunia baru.
Meski saat itu sudah 17 tahun kami malang melintang di dunia perfilman,
secara teknik, kamera layar kaca seakan berbicara dalam bahasa yang berbeda
dengan kamera layar perak.
Mas Dono, sang intelektualnya Warkop, tentu paling antusias menghadapi
sesuatu yang baru. Pelan-pelan Mas Dono mempelajari hal-hal baru di dunia
sinetron. Dengan ilmu yang diperolehnya, ia mulai unjuk gigi menjadi
sutradara dan produser. Lucunya, walaupun sudah jadi sutradara, Mas Dono
tetap mau retake alias mengulang pengambilan gambar kalau menurut
teman-teman syutingnya kurang bagus. Hebat, ya?
Dengan adanya Warkop DKI versi sinetron komedi, kami bertiga kerap muncul di
acara-acara lain di Indosiar, misalnya Gebyar BCA. Setelah beberapa bulan
tidak muncul, senang juga rasanya bertemu lagi dengan para penggemar.
Apalagi, teve adalah media yang mencakup masyarakat luas. Jadi, misinya
tidak terlalu berbeda dari misi kami saat terjun ke layar lebar, yaitu untuk
menghibur masyarakat.
DAPAT FIRASAT SEBELUMNYA

Sayang, kegembiraan tidak berlangsung lama. Sekitar tahun 1996, Mas Kasino
mengabarkan kami bahwa ia terkena tumor otak. Aku merinding mendengar
penyakit yang dideritanya. Namun tak ada lain yang dapat kami lakukan
kecuali terus membesarkan hati Mas Kasino. Kami semangati ia agar terus
berobat dan tidak putus asa.
Pengobatan kanker lewat kemoterapi memang tidak ringan. Beberapa kali Mas
Kasino terpaksa absen dari layar sinetron yang kami garap. Setelah efek
samping pengobatan tidak terlalu parah, Mas Kasino kembali syuting. Tentu,
syuting kali ini sangat memperhitungkan kesehatan Mas Kasino.
Setelah berjuang kurang lebih setahun, akhirnya Mas Kasino kalah melawan
penyakit yang dideritanya. Beberapa saat sebelum meninggal, aku sempat
mendapat firasat. Waktu itu kami hendak mengadakan acara pengajian dan aku
berdiskusi dengannya mengenai acara tersebut. Tapi Mas Kasino malah
menjawab, "Iya, deh, kalau urusan doa, gue serahin sama yang masih hidup
saja."
Duh, Mas Kasino! Siapa sangka....
Sepeninggal Mas Kasino, terus terang, aku dan Mas Dono sempat kebingungan.
Kalau
tidak ada Mas Kasino, siapa yang bakal melakukan tugas melobi dan marketing
yang selama ini digarap Mas Kasino? Bagaimana dengan nama grup kami, Warkop
DKI? DKI, kan, singkatan nama kami bertiga, bagaimana grup kami tanpa Mas
Kasino?
Seribu "bagaimana" menggema di kepala kami. Akhirnya kami mengubah nama
menjadi Warkop Millenium. Tujuannya bukan untuk "mengenyahkan" Mas Kasino,
tapi sebagai bentuk penyegaran. Sebab, tanpa Mas Kasino, kami akan menjadi
pribadi yang sama sekali berbeda.
Meskipun Mas Kasino sudah tidak ada, aku dan Mas Dono tidak mau kalau
tayangan Warkop Millenium sampai merosot mutunya. Makanya kami bekerja
keras. Kalau dulu, aku lebih berperan sebagai pengumpan, sekarang aku dan
Mas Dono sama-sama harus bisa tampil lucu seperti dulu.
SEMPAT LUMPUH MENDADAK
Saking inginnya kerja keras, pernah dalam sebuah syuting aku harus melompat
dari balkon lantai dua setinggi empat meter. Sebagai alas jatuh, kru film
telah menumpuk kardus-kardus, sebab tak ada matras yang bisa menahan beban
yang jatuh dari ketinggian segitu.
Sayangnya, saat itu tidak ada stuntman yang bisa menggantikan peranku. Wah,
bagaimana ini? Melihat kebimbanganku, sutradara pun tidak mengharuskanku
melakukan adegan tersebut hari itu juga.
Tapi aku ingin melakukan yang terbaik. Setelah mereka-reka sebentar, aku
merasa yakin bahwa aku pasti bisa melakukannya. Lagipula, aku, kan, sudah
terbiasa melakukan kegiatan fisik semacam itu waktu aku aktif di Pramuka
dulu. Maka jadilah aku melakukan adegan tersebut. Lompatan pun berlangsung
dengan sukses.
Namun enam bulan kemudian, suatu pagi, aku tidak bisa menggerakkan kedua
kakiku. Aku lumpuh! Berkelebat di hadapan mataku, wajah istri dan ketiga
anakku. Bagaimana jika aku sampai tidak bisa bekerja? Dokter pun datang
memeriksa keadaanku.
Katanya, tulang punggungku cidera. Kelumpuhan kaki adalah efek sampingnya.
Dia lantas bertanya, "Pak Indro pernah jatuh, ya?" Sedikit pun tak terlintas
bahwa terjunku dari lantai dua waktu itu adalah penyebab dari kelumpuhan
kakiku. Untung dokter mengatakan bahwa dengan minum obat dan berlatih, aku
akan mampu berjalan lagi. Semua nasihat dokter itu kuikuti dengan patuh.
Tahu enggak, hingga akhir hayatnya, Mas Dono tidak pernah tahu tentang
kelumpuhan mendadak yang menimpaku itu. Begitu juga, tak banyak media massa
yang mengetahui kabar tersebut. Mengapa? Karena peristiwa itu terjadi saat
para mahasiswa tengah berdemo menggulingkan penguasa Orde Baru.
Mas
Dono, yang memang dosen UI, terjun langsung di tengah mahasiswa. Beberapa
pemikirannya sebagai sosiolog sejati tentu merupakan masukan yang sangat
berharga bagi para mahasiswa. Dan kesehatanku mulai pulih saat MPR resmi
memberhentikan presiden yang berkuasa saat itu. Aku pun mendampingi Mas Dono,
ikut datang di antara mahasiswa yang berdemo. Tak banyak orang tahu peristiwa
itu.
Bertahun-tahun aku dan Mas Dono menggarap Warkop Millenium berdua saja. Suka duka, canda tawa, selalu kami bagi bersama. Tak heran, hatiku seakan tercabik ketika aku mendengar sebuah berita duka akhir tahun 2001 itu. Mas Dono yang kuanggap sebagai kakakku, sahabatku sekaligus keluargaku, menghembuskan nafas terakhir....
Untunglah, aku sempat menemani Mas Dono saat dirawat di rumah sakit pada hari-hari terakhirnya. Seperti saat Mas Kasino sakit dulu, aku mengajak anak-anak Mahasiswa Pecinta Alam (MAPALA), tempat Mas Kasino dan Mas Dono berkecimpung saat mahasiswa dulu, untuk ikut merawat Mas Dono. Saat Mas Dono menghadap Sang Pencipta, bendera Mapala yang sangat dicintainya juga turut menemaninya "pergi".
Masih terngiang obrolanku dengan Mas Dono saat dia sudah sakit, dan Warkop dapat tawaran untuk membawakan acara Malam Tahun Baru dan Halal Bihalal. "Ambil tawaran itu, Ndro," ujar Mas Dono. "Lho, Mas Dono, kan sakit? Mana bisa Warkop manggung tanpa Mas Dono?" tanyaku. "Ndro, kita masing-masing inilah Warkop. Warkop, ya, Indro Warkop," tegas Mas Dono. "Kamu harus teruskan Warkop, Ndro...."
Nah, sekarang aku seorang diri. Apa yang harus kulakukan? Yang terpikir di kepalaku yang mulai jarang berrambut ini adalah meneruskan sinetron komedi di Indosiar. Nama Indro Warkop yang kupakai hingga saat ini pun, adalah salah satu bentuk penghargaanku terhadap Warkop. Dengan begini, nama Warkop tidak akan mati sebelum semua anggota Warkop betul-betul mangkat.
Maka, sekali lagi aku bekerja keras. Sekarang aku tengah menggarap lanjutan Warkop Millenium. Porsiku sebagai satu-satunya anggota Warkop tetap sebesar dulu. Agar penonton tidak bosan, dalam Warkop kali ini aku kebagian delapan peran sekaligus. Menjadi Indro, Indri, orang tua dan masih banyak lagi. Wah, capeknya bukan main! Apalagi, tiap kali syuting, tata riasku pasti berbeda.
ANAK BIKIN LEMBAGA WARKOP
Bertahun-tahun aku dan Mas Dono menggarap Warkop Millenium berdua saja. Suka duka, canda tawa, selalu kami bagi bersama. Tak heran, hatiku seakan tercabik ketika aku mendengar sebuah berita duka akhir tahun 2001 itu. Mas Dono yang kuanggap sebagai kakakku, sahabatku sekaligus keluargaku, menghembuskan nafas terakhir....
Untunglah, aku sempat menemani Mas Dono saat dirawat di rumah sakit pada hari-hari terakhirnya. Seperti saat Mas Kasino sakit dulu, aku mengajak anak-anak Mahasiswa Pecinta Alam (MAPALA), tempat Mas Kasino dan Mas Dono berkecimpung saat mahasiswa dulu, untuk ikut merawat Mas Dono. Saat Mas Dono menghadap Sang Pencipta, bendera Mapala yang sangat dicintainya juga turut menemaninya "pergi".
Masih terngiang obrolanku dengan Mas Dono saat dia sudah sakit, dan Warkop dapat tawaran untuk membawakan acara Malam Tahun Baru dan Halal Bihalal. "Ambil tawaran itu, Ndro," ujar Mas Dono. "Lho, Mas Dono, kan sakit? Mana bisa Warkop manggung tanpa Mas Dono?" tanyaku. "Ndro, kita masing-masing inilah Warkop. Warkop, ya, Indro Warkop," tegas Mas Dono. "Kamu harus teruskan Warkop, Ndro...."
Nah, sekarang aku seorang diri. Apa yang harus kulakukan? Yang terpikir di kepalaku yang mulai jarang berrambut ini adalah meneruskan sinetron komedi di Indosiar. Nama Indro Warkop yang kupakai hingga saat ini pun, adalah salah satu bentuk penghargaanku terhadap Warkop. Dengan begini, nama Warkop tidak akan mati sebelum semua anggota Warkop betul-betul mangkat.
Maka, sekali lagi aku bekerja keras. Sekarang aku tengah menggarap lanjutan Warkop Millenium. Porsiku sebagai satu-satunya anggota Warkop tetap sebesar dulu. Agar penonton tidak bosan, dalam Warkop kali ini aku kebagian delapan peran sekaligus. Menjadi Indro, Indri, orang tua dan masih banyak lagi. Wah, capeknya bukan main! Apalagi, tiap kali syuting, tata riasku pasti berbeda.
ANAK BIKIN LEMBAGA WARKOP
Dulu,
Harley, anak bungsuku, pernah bilang bahwa ayahnya boleh main komedi slapstik,
tapi enggak boleh jadi bencong. Dalam sinetron kali ini, janjiku terpaksa
kulanggar. "Kamu, kan,
tahu bahwa Om Kasino dan Om Dono sudah tiada. Maka, Papi harus mau jadi apa
saja untuk "mendongkrak" sinetron ini. Lagipula, Papi enggak jadi
bencong, kok, jadi perempuan beneran," jelasku. Untung ia bisa memaklumi.
Satu lagi, aku memikirkan anak-anak Mas Dono dan Mas Kasino. Seperti yang pernah kuceritakan sebelumnya, hubungan kami seperti keluarga. Jadi, aku harus tetap bersikap sebagai ayah bagi mereka. Maka kukumpulkan anak-anakku, anak-anak Mas Dono dan Mas Kasino. Kami berembug, apa yang harus kami lakukan bagi Warkop yang selama ini telah menjadi periuk nasi di keluarga kami.
Atas inisiatif mereka, anak-anak mendirikan ikatan kekeluargaan yang tujuannya mewadahi aspirasi penggemar Warkop yang tersebar di mana-mana. Wadah ini kami beri nama Lembaga Warkop DKI. Hanna Kasino terpilih sebagai ketua, Ario Dono dan Putri Indro menjadi wakil dan bendaharanya. Adik-adik mereka menjadi anggota.
Sekarang mereka tengah sibuk mengumpulkan arsip-arsip film, artikel-artikel dan segala sesuatu yang berkenaan dengan perjalanan Warkop DKI. Aku sangat bersyukur dengan semangat mereka. Ternyata anak-anak muda itu mampu menghargai jerih payah ayah-ayahnya.
Ada satu lagi kegembiraan yang kudapatkan tahun ini. Setelah 30 tahun berkarya, Agustus lalu aku mendapat penghargaan dari Majalah Cinemag, sebagai insan perfilman yang filmnya paling sering diputar di layar kaca.
Saat menerima penghargaan itu, aku teringat kata-kata Mas Dono, "Ndro, aku ini hidup sangat kesepian." Dalam hati aku berkata, "Enggak, Mas, film-film kita dihargai, kok. Kita sudah menghibur masyarakat. Mereka enggak lupa...."TAMAT
Satu lagi, aku memikirkan anak-anak Mas Dono dan Mas Kasino. Seperti yang pernah kuceritakan sebelumnya, hubungan kami seperti keluarga. Jadi, aku harus tetap bersikap sebagai ayah bagi mereka. Maka kukumpulkan anak-anakku, anak-anak Mas Dono dan Mas Kasino. Kami berembug, apa yang harus kami lakukan bagi Warkop yang selama ini telah menjadi periuk nasi di keluarga kami.
Atas inisiatif mereka, anak-anak mendirikan ikatan kekeluargaan yang tujuannya mewadahi aspirasi penggemar Warkop yang tersebar di mana-mana. Wadah ini kami beri nama Lembaga Warkop DKI. Hanna Kasino terpilih sebagai ketua, Ario Dono dan Putri Indro menjadi wakil dan bendaharanya. Adik-adik mereka menjadi anggota.
Sekarang mereka tengah sibuk mengumpulkan arsip-arsip film, artikel-artikel dan segala sesuatu yang berkenaan dengan perjalanan Warkop DKI. Aku sangat bersyukur dengan semangat mereka. Ternyata anak-anak muda itu mampu menghargai jerih payah ayah-ayahnya.
Ada satu lagi kegembiraan yang kudapatkan tahun ini. Setelah 30 tahun berkarya, Agustus lalu aku mendapat penghargaan dari Majalah Cinemag, sebagai insan perfilman yang filmnya paling sering diputar di layar kaca.
Saat menerima penghargaan itu, aku teringat kata-kata Mas Dono, "Ndro, aku ini hidup sangat kesepian." Dalam hati aku berkata, "Enggak, Mas, film-film kita dihargai, kok. Kita sudah menghibur masyarakat. Mereka enggak lupa...."TAMAT
Langganan:
Postingan (Atom)